Monday, November 19, 2012

Komentar Cerita PHGM



Berikut ini adalah komentar pembaca PHGM, semoga menjadi penyemangat untuk membaca ceritanya lebih dalam.

Ø Sudirman Irwin, Ds. Pengarengan Kab. Cirebon, 085318750xxx
Hidup adalah perjuangan merupakan hikmah yang dapat dipetik dari cerita ini. Terkadang saya berfikir, perjalanan hidup yang saat ini saya jalani, sama sekali tak pernah terfikirkan sebelumnya, dan saya yakin sekali, tidak sedikit orang yang memiliki asumsi yang sama dengan saya.
Seperti halnya Almarhum Pak Ali, seorang guru madrasah yang telah mengabdikan dirinya, mengisi waktu dalam hidupnya berjuang berperan serta mencerdaskan anak bangsa. Semoga amal ibadahnya diterima Allah Subhanahuwata`ala.
Saya yakin, Pak Ali tidak pernah berfikir beliau akan tutup usia. Usia seseorang tak bisa ditebak dan tidak pernah diduga sebelumnya.
Ada satu hikmah lagi yang tersembunyi dari cerita ini. Kita harus berpasrah diri  (tawakkal)  terhadap takdir atau ketentuan Allah karena hanya Dialah yang maha mengetahui segala apa yang terbaik untuk hambanya.

Ø Ale, Ds. Mertapada Kulon, alumni IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 087829177xxx
Kula sampun baca Kang…. Inspiratif sanget, he..he.. (Saya sudah baca, sangat inspiratif).

Ø Pak Ali, Perencana Dirjen Pendis Kemenag Pusat, 085711209xxx
Saya sudah baca ceritanya, jadi terharu euy…. menyentuh banget kisahnya……J

Ø Fahmi Tolhah, guru MTs Negeri Karangsembung Kab. Cirebon, 085659789xxx
Cerita berlatar kisah nyata……… sudah 3 kali saya membacanya… ga ngebosenin. Cukup bagus dan mencerahkan, layak untuk dibaca untuk umum, terutama pelajar.

Ø Kang Anun, guru MI Annidomiyah Japura Kidul Kab. Cirebon
(Beliau telah meninggal dunia di RS Ciremai jam 20.45, Innalillahi wainna ilaihi rojiun, pada tanggal 18 November  2012. Semoga husnul khotimah. Amin.... Sebelum sakit beliau sempat membaca dan memberi komentar)
Kula pun maos sedanten, kula dadie semangat maning Pak……….! (Saya sudah baca semua, saya jadi semangat lagi Pak...

Ø Buya Abdallah, guru MTs NU Astanajapura Kab. Cirebon
Saya berpendapat bahwa guru-guru madrasah harus kembali kepada khittahnya…… Peci hitam harus digunakan sebagai simbol sakral, bukan untuk kepentingan dunia atau cari proyek.

Ø Guntur Sumitro, penulis dan PNS Kementerian Keuangan, 081564619xxx
Cerita bagus banget kok, saya bisa ikut merasakan perjuangan penulis melewati masa-masa pahit dan menghadapi perihnya hidup. Sekarang, selamat menikmati manisnya ya……J
Tapi banyak cerita yang melompat karena durasi yang terlalu panjang jadi kurang fokus ke cerita penulis dan keluarga. Semangat terus ya Bos, ditunggu karya-karya yang lainnya!

Ø Budiman, guru MI dan MTs Nurul Huda Japura Lor Kab. Cirebon, 081312454xxx
Bagus Pak, isinya lengkap dan akurat. Bisa dijadikan motivasi dan inspirasi. Good Luck…J

Ø Roni, alumni Perguruan Silat Naga Mas, Pengusaha Ikan di Subang, 08122169xxx
Bagus sobat, bisa buat inspirasi lainnya (red, pembaca). Tetap berikan yang terbaik buat orang lain, karena Allah selalu beri yang terbaik buat hidup kita.

Ø Fery AB Rianto, sport teacher in MTs Annidhomiyah Japura Kidul, 085797432xxx
Terlepas apakah ini novel, cerpen atau biografi. Coretan tangan yang berjudul PHGM merupakan sumber inspirasi bagi saya secara khusus dan para pembaca pada umumnya. Pesan yang disampaikan sangat motivatif bagi saya, banyak intrik yang terjadi merupakan gambaran umum mahasiswa di kampung/ desa dengan sumber pendapatan orang tua yang kecil/minim.
Mungkin kisah tentang dibalik kesuksesannya lebih diangkat, supaya para pembaca dapat mengambil manfaat yang lebih banyak lagi dari sebuah kisah PHGM. 
Ditunggu pengembangan ceritanya Pak……J

Ø Mr. Umar, dosen dan owner ELC (kursus bahasa Inggris) di Sindang Laut, 085318372xxx
Alhamdulillah mpun kula buka blognya.. (Alhamdulillah, sudah saya buka blognya).. LUAR BIASA.....J


readmore »»  

Tuesday, November 13, 2012


PECI HITAM SEORANG GURU MADURASA-H
Karya Abdul Mubarok



            Tahun 2005 tepatnya hari Sabtu tanggal 27 Agustus saya lulus dari Universitas terkemuka di Jawa Barat, jurusan Administrasi Negara Universitas Padjadjaran Bandung dengan menyandang gelar Sarjana Ilmu Politik (S.IP.) dan skripsinya berjudul “Pengaruh Implementasi Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Terhadap Efektivitas Penanggulangan Banjir di Provinsi DKI Jakarta”.
Pada saat wisuda saya tampak berbeda dari wisudawan lainnya yang terlihat ceria, mengenakan toga terlihat rapi dan necis. Wisudawan menggunakan jas terlihat gagah dan wisudawati menggunakan busana nasional (kebaya) terlihat sangat cantik. Pada saat yang berbahagia tersebut, saya berbusana sangat sederhana dengan baju batik biru pendek tipis tertutup baju toga, rambut panjang tidak tercukur rapi memberi sinyal atau gambaran bahwa wisuda bagi saya bukan segalanya. Pada saat itu saya terkesan terlalu apatis apakah ijazah S-1 saya akan laku (red, akan mendapatkan pekerjaan yang sesuai). Padahal itu semua saya lakukan agar kedua orang tua saya sadar dan menyadari bahwa tantangan seorang sarjana jauh lebih berat daripada yang tidak sekolah atau hanya tamatan SMA.
Selama 4 semester awal saya kuliah, saya sempat merasakan betapa sulitnya hidup mandiri dan mencari penghasilan sendiri dengan cara berdagang dan sempat mencicipi menjadi sales perabot rumah tangga selama dua kali. Dari mulai dagang sarung, kerudung, roti bakar, minyak wangi, mengkudu, stiker, bunga dan aneka asesoris kampus pada acara wisudaan, semuanya saya lalui dengan niat dadar awak (red, coba-coba barang kali ada nasib baik) dan sebagai bekal nanti pada saat lulus kuliah. Pada saat itu saya sudah sadar dan menyadari persaingan kerja sangat ketat karena jumlah mahasiswa Unpad saja sekitar 40 ribu, yang setiap tahun mewisuda sekitar 10 ribu dalam empat gelombang. Belum lagi alumni S-1 kampus-kampus lain di Jawa Barat yang sangat banyak. Saya membayangkan kalau saya menganggur selama 4 tahun saja sudah ribuan saingan berebut untuk mencari pekerjaan.
            Dua hari menjelang wisuda saya bilang ke kedua orang tua saya, “Ma, wisuda kula bli susah dianter rombongan keluarga maning, tapi lamun pengen pada nganter ya blapapa” (Ayah, wisuda saya tidak usah diantar rombongan keluarga lagi, tapi kalau banyak yang ingin mengantar ya tidak apa-apa). Pada saat itu kedua orang tua tidak memberi komentar apa-apa, tapi diam-diam mempersiapkan keberangkatan ke Bandung.
Akhirnya, hari berikutnya kami berangkat dari Cirebon menuju Bandung naik mobil kijang hitam, di jok bagian depan paman menyetir mobil didampingi istrinya, di jok bagian tengah ayah dan ibu saya, serta kedua anak paman, di jok bagian belakang saya dan kedua adik saya. Tepat menjelang magrib, kami sampai di Cileunyi Bandung mampir ke Pesantren Al-Jawami sowan (red, berkunjung) ke kiayi karena selama beberapa semester saya tinggal di kobong (red, pondokan). Selanjutnya kami menginap di Cinunuk Bandung di rumah Haji Aa dan Haji Ade, keduanya merupakan pengusaha servis per dari Tasikmalaya. Rumah yang mewah, seolah-olah kami menginap di hotel tapi gratis. Kami dilayani dengan sangat ramah. Di samping rumah dia ada mesjid sederhana, tempat tinggal saya pada saat menuntaskan tugas akhir atau skripsi. Ketika rombongan sampai ke rumah Haji Aa dan Haji Ade, saya berkata,”Pak Haji, hapunten sateuacana. Abdi sareng rombongan keluarga, bade ngiring ngawengi didieu.”(Pak Haji, mohon maaf sebelumnya. Saya dan rombongan keluarga, mau ikut numpang tidur di sini). Pak Haji Aa dan Haji Ade, malah rebutan menerima, “Ya, mangga pisan”. (Ya, silahkan). Akhirnya rombongan, kami bagi dua, ada yang numpang di rumah Haji Aa dan sebagian lagi di rumah Haji Ade.
Setelah menyandang predikat sarjana, saya punya tekad dan keyakinan bahwa sukses adalah kata yang indah didengar, enak dirasakan tapi pahit dan perih untuk diperjuangkan. Sukses adalah sebuah proses yang harus kita mulai dari bawah, dari nol dengan penuh ketidakenakan tapi semuanya harus kita lalui dengan sabar, ceria tanpa beban. Saya ingat kata-kata seorang petani tebu dan PNS juga, H. Rouf namanya, dia pernah berkata kepada saya,“Lamun beli gelem sengsara, pasti sengsara selawase”.(Kalau kita tidak mau bersusah payah, kita akan hidup susah selamanya). Saya juga ingat pesan dari anggota TNI pada saat tes seleksi masuk SMA Taruna Nusantara Magelang tahun 1995, saya gagal di tingkat Kodam III Siliwangi. Dia bilang, “Kalian jangan kecewa, buktikan kemampuan kalian di tempat lain. Mutiara dimanapun akan tetap menjadi mutiara walaupun ada selokan. Mutiara akan tetap dicari orang. Buktikan Anda adalah mutiara!”. Dengan tekad dan keyakinan tersebut, selanjutnya saya memutuskan ikut paman di Bekasi berjualan buah-buahan kaki lima, tepatnya daerah Narogong, Rawa Lumbu dan Pondok Hijau.
Tanpa ragu saya berkata pada paman, “ Mang, isun melu dagang ning Bekasi sih, bari luru kerjaan. Olih beli?” (Paman, saya ikut berdagang di Bekasi sambil mencari pekerjaan. Boleh tidak?). Paman menjawab dengan singkat, “Ya, olih. Kebeneran lagi butuh karyawan.” (Ya boleh. Kebetulan lagi butuh karyawan.)
Hari demi hari, saya menikmati berjualan buah-buahan dari jam 7 pagi sampai kadang jam 12 malam kios baru tutup. Pada hari-hari awal saya berjualan, saya dilatih oleh karyawan senior yang kebetulan masih sepupunya paman. Mulai dari menata jeruk, memisahkan jeruk yang besar dan kecil dari keranjang. Kemudian satu persatu jeruk yang lama disortir, yang masih layak dilap dan ditata kembali, yang busuk dibuang. Jeruk yang masih baru dan segar di simpan di bawah sebagai alas jeruk yang kemarin. Setelah jeruk selesai, selanjutnya menata buah-buahan lain seperti apel, semangka, anggur, kelenkeng, salak, alpuket dengan proses yang hampir sama. Kalau lagi ramai terutama akhir pekan, hari sabtu dan minggu terkadang saya bisa menikmati istirahat hanya pas makan dan sholat. Memang sangat melelahkan! Bayaran 400 ribu perbulan bersih, karena semua kebutuhan sudah dijamin dari uang dagangan. Ya lumayan buat pulang kampung setiap sebulan sekali apel (red, berkunjung) ke pacar yang sekarang jadi pasangan hidup saya.
Di sela-sela aktivitas saya menunggu dan melayani pembeli di pangkalan buah, saya menyempatkan membaca surat kabar, yang saya baca terutama yang berkaitan dengan latar belakang keilmuan saya, serta sesekali melihat lowongan pekerjaan dan informasi seputar CPNS (Red, Calon Pegawai Negeri Sipil). Karena sesama pedagang, saya bebas baca koran asalkan jangan sampai kotor atau lecek. Bos koran, Ucok panggilannya. Saya bilang, “Cok, numpang baca koran yah!” Dia menjawab, ”Boleh!” Dia jawab dengan singkat, karena sudah biasa.
Pada bulan Agustus 2006, saya mendapat peluang menjadi seorang guru honorer di SD Negeri I Astanamukti, yang lokasinya tidak jauh dari rumah. Saya mengajar mata pelajaran bahasa Inggris dari kelas 3 sampai kelas 6. Kelas 1 dan 2 tidak mendapat mata pelajaran bahasa Inggris karena masih fokus pada pelajaran membaca, menulis dan berhitung - Calistung. Peluang tersebut diperoleh berdasarkan info dari teman, kemudian langsung saya telusuri sambil membawa lamaran ke sekolah tersebut. Dengan berbagai pendekatan dengan kepala sekolah akhirnya saya diterima di sekolah tersebut. Hari pertama saya mengajar merupakan kenangan yang sangat sulit dilupakan mengingat saat itu pertama kali saya memakai seragam PNS. Dengan penuh bangga, seolah-olah sudah PNS, saya berangkat pamitan ke orang tua saya. Saya berkata, “Mi, mangkat ngajar dikit ya!” (Bu, berangkat ngajar dulu ya). Ibu saya menjawab, “Ya, muga-muga agian diangkat PNS.”(Ya, semoga cepat menjadi PNS). Ucapan ibu saya tersebut menjadi spirit bagi saya untuk melalui berbagai perjuangan menjadi seorang guru. Dengan perhasilan 150 ribu perbulan saya menikmati pekerjaan ini, karena ini yang membuat orang tua bahagia. Padahal penghasilan saya saat itu masih dibawah penghasilan pada saat saya menunggu kios buah di Bekasi. Itu pun kadang cuma dibayar 2 bulan dari 3 bulan yang seharusnya dibayar, sambil menunggu dana BOS (bantuan operasional sekolah) cair.
Selama beberapa bulan mengajar, tibalah kesempatan saya bertemu dan mendapat pertanyaan dari seorang pengawas SD. Dia menyampaikan teguran kepada saya. Pak Fuad namanya. Terjadilah obrolan singkat. Dia bertanya kepada saya, “Bapak, lulusan S-1 yah? Dulu kuliah jurusan apa?”. Saya dengan senang hati menjawab,”Ya Pak, saya kuliah jurusan Administrasi Negara Unpad Bandung.” Dia bertanya lagi, “Kok bukan jurusan keguruan, mengajar?”. Saya cukup kaget dan terdiam mendengar pertanyaan itu, dengan berpura-pura tenang saya menjawab, “cari pengalaman aja Pak”. Dia berkata, “Kamu sebaiknya kuliah lagi jurusan keguruan, tapi jangan di Cirebon, yang bagus di Bandung! Saya menjawab, “Ya Pak, nanti. Terus bagaimana dengan tugas ngajar saya, Pak? Dia menjawab,”Ya kamu keluar dari mengajar saja dulu.”Mendengar jawaban yang terakhir saya sangat sedih dan tidak meneruskan obrolan. Omongan itu menjadi pil pait bagi saya dalam menghadapi hidup agar lebih sukses.
Pada akhir bulan Desember tahun 2006, sekolah libur semester ganjil. Saya memutuskan mengisi liburan dengan kembali berjualan di bekasi lagi ikut paman. Hari rabu tanggal 3 Januari 2007, saya ditelepon oleh keluarga tapi tidak terdengar, pada saat itu saya sedang istirahat siang di kontrakan. Mungkin karena kelelahan habis dagang, saya tidur sangat pulas. Pintu kontrakan terkunci. Paman mengetuk pintu beberapa kali, saya belum terbangun juga, akhirnya menjelang asyar saya terbangun. Paman berkata,”Kang sabar ya, Yayah ninggal!” (yang sabar yah, Yayah-adik saya meninggal dunia). Saya tidak menjawab apa-apa hanya bersedih dan segera mempersipkan diri pulang. Saya sangat sedih, dan bertambah sedih lagi ketika saya merasa belum bisa berbuat banyak untuk adik saya itu. Dia sebetulnya pengen kerja di Jakarta, tapi karena fisiknya kurang sehat, kedua orang saya tidak mengizinkan.
Setelah jenazah adik saya dimakamkan, tiap sore ba`da asyar kami mengadakan tahlilan yang dihadiri oleh keluarga dan tetangga dan tiap malam mengadakan acara yasinan yang dihadiri keluarga dekat saja, dari hari pertama sampai hari ketujuh. Setelah melewati hari ketujuh saya mulai keluar rumah, dan seperti biasa saya kalau sudah di rumah pasti kangen dengan teman-teman dan tidak betah tinggal di rumah, apalagi habis berduka cita. Malam itu, kita asyik ngobrol bertiga di toko kelontong milik teman, Fahmi namanya. Fahmi berkata “Kula due ide, priben lamun gawe sekola SMP?” (Saya punya ide, bagaimana kalau buat sekolah SMP). Saya menjawab “Setuju pisan, sebab ning kene durung ana SMP, MI Annidomiyah muride kan akeh kira-kirae nyampe sangangatus siswae, durung MI sejene. Peluange bagus lamun gawe SMP atau MTs.”(Setuju sekali, sebab di sini belum ada SMP, MI Annidomiyah siswanya banyak kira-kira sampai sembilan ratusan, belum MI lainnya. Peluangnya bagus kalau mendirikan SMP atau MTs). Fahmi berkata lagi, “Kita wis gawe proposale”.(Saya sudah buat proposalnya). Dengan obrolan yang sangat panjang sampai jam 12 malam, akhirnya kami pun sepakat untuk membuat Yayasan yang bernama “Yayasan Pendidikan Islam Darul Fiqri” dan SMP yang kita rintis bernama “ SMP Islam Darul Fiqri”.
Pada tanggal 26 Januari tahun 2007, kami mulai melakukan berbagai langkah termasuk melakukan penggalangan dana untuk membuat yayasan dan saat itu kuwu Japura Kidul menyetujui dan menandatangani surat permohonan dana untuk pembentukan yayasan ini. Tantangan begitu berat pada saat itu, tapi kami tetap melangkah. Pada tahun pelajaran 2007/2008 kami mulai melakukan perekrutan siswa baru. Ternyata siswa yang mendaftar sangat sedikit. Akhirnya tim kami apatis, dan bubar dengan sendiri.
Rupanya beberapa langkah kami mendirikan sekolah diikuti oleh yayasan yang sudah memiliki murid Madrasah Ibtidaiyah (MI). Melihat perkembangan demikian, saya menganggap sebagai momen yang tepat dan positif. Saya melakukan berbagai cara, diantaranya memberi motivasi terhadap Yayasan Annidhomiyah melalui Kang Anun. Beberapa malam kami berdua ngobrol baik obrolan pribadi maupun obrolan seputar pendirian sekolah SMP/ MTs. Saya berkata, “Agian gawe SMP atau Tsanawiyah, ngenteni apa maning? Apa maning MI Annidhomiyah muride akeh pisan.” (Cepat dirikan SMP atau Tsanawiyah, nunggu apa lagi? Apalagi MI Annidhomiyah muridnya sangat banyak). Kang Anun menjawab, “Kesuwun sarane, dadie tambah semangat kih. Ko kita arep ngupai saran ning yayasan supaya again gawe MTs.” (Terima kasih atas sarannya, jadinya tambah semangat nih. Nanti saya akan memberi saran supaya segera mendirikan MTs).
Senin tanggal 11 April tahun 2007 merupakan jawaban atas kegalauan saya. Karena pada hari itu, saya mulai bekerja menjadi tenaga honorer di Pemerintah Kota Cirebon tepatnya di Kelurahan Argasunya. Selama saya tugas mengajar di SD saya merasa galau karena tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan. Seorang guru kalau mau diangkat menjadi PNS harus mempunyai ijazah S-1 Keguruan. Karena itu, saya bilang ke Ayah saya, “Ma, coba dolan ning Pa Lurah Tasmadi maning, aja putus asa coba maning bae. Ader gan bengen pernah janjeni arep nganjingaken honor. Bokat bae sekie sih robah pikiran, gelem nerima honor”.(Ayah, coba main lagi ke Pak Lurah Tasmadi, jangan putus asa coba lagi saja. Lagian dulu pernah berjanji mau memasukkan honor. Barang kali saja sekarang berubah pikiran, mau menerima honor). Ayah menjawab, “Ya, muga-muga bae.”(Ya, semoga saja).

Semenjak itu, saya bekerja di dua tempat, Senin sampai Jum`at tugas di kelurahan dan hari Sabtu saya mengajar. Dengan cuma satu hari mengajar di SD, banyak guru-guru senior yang PNS yang protes. Saya mulai menikmati bekerja di kelurahan, sampai pada suatu saya memutuskan keluar dari SD karena berbagai permasalahan yang membuat saya tidak betah. Tapi kenangan yang utama selama mengajar di SD adalah saya pernah mendapat kesempatan menjadi Tutor KF. Sebelumnya saya mendapat surat tugas dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon untuk mengikuti kegiatan “Pelatihan Tutor Keaksaraan Fungsional (KF)” yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat bertempat di Hotel Endah Parahyangan Cimahi-Bandung dari tanggal 24-29 Juni 2007, hari Minggu sampai Jum`at.  Sebagai Tutor KF, saya mendapat rizki honor 7 Juta rupiah. Cukup besar, karena waktu itu honor ngajar saya cuma 150 perbulan. Tentunya banyak lika-liku yang saya hadapi agar honor tersebut bisa cair, termasuk harus disidang di rumah Kadisdik yang kebetulan ayahnya teman saya.
            Pada usia 27 tahun, tekad saya sudah bulat untuk menikah pada saat itu. Walaupun banyak hambatan dari keluarga, terutama orang tua. Saya berusaha meyakinkan kedua orang tua. Mereka khawatir, karena saya dianggap belum mapan secara ekonomi dan orang tua belum mengenal sosok wanita yang akan saya nikahi. Terjadi perdebatan atau perbedaan pendapat yang seru, saya berkata ”Ma, isun arep nikah. Jaluk do`a restue!”(Ayah, saya akan nikah. Minta do`a restunya). Ayah saya menjawab,”Terus terang mama beli setuju lan beli ngidini”.(Terus terang, ayah tidak setuju dan tidak mengizinkan). Saya bertanya, “Apa alasane?”(Apa alasane). Ayah dengan wajah marah dan nada sedikit keras menjawab,”Ira dau kapan honor ning kelurahan, pengene mama lamun ira wis PNS nembe nikah, mama blenak ning pa lurahe”(Kamu masih baru honor di kelurahan, ayah ingin kalau kamu sudah PNS baru menikah). Melihat ayah marah saya terpancing marah juga dan berkata”Ya wis, lamun mama beli ngidini berarti mama beli yakin rejekie Gusti Allah. Wis aja sembayang maning, percuma.”(Ya sudah, kalau ayah tidak mengizinkan berarti ayah tidak yakin rizkinya Allah. Sudah, jangan sholat lagi, percuma).
            Dengan sikap keras saya, lama-lama hati orang tua saya luluh juga dan akhirnya mengizinkan saya nikah. Berbagai persiapan saya lakukan, termasuk mendata teman-teman yang akan diundang untuk rencana resepsinya. Dengan keterbatasan dana yang ada, tapi tekad menikah yang kuat, akhirnya saya menikah dengan seorang wanita bernama “Ulpah Latipah”. Usia kita cuma beda satu hari, saya lahir 13 September 1980 dan istri saya lahir 14 September 1980. Akad nikah dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 14 Desember 2007, sehabis sholat jum`at dan suasana saat itu gerimis karena musim hujan cocok untuk penganten baru. Pada hari itu banyak saudara yang tidak tahu saya nikah apalagi teman-teman, pada saat rombongan saya mulai berangkat, banyak yang mendadak ikut untuk menyaksikan akad nikah saya. Saya sangat menyadari kekurangan itu, tapi tekad dalam hati saya berkata”saat ini saya boleh ditertawakan oleh siapa pun, tapi akan datang saatnya saya sukses, orang akan hormat dengan sendirinya”.
            Hari demi hari kami menikmati bulan madu. Hanya dua malam saya tinggal di “Villa Mertua Indah” dan malam berikutnya istri diajak ke rumah orang tua saya. Sebulan setelah nikah, istri saya positif hamil. Hal tersebut berdasarkan alat tes kehamilan dengan menggunakan tes urine, hasilnya positif. Kami langsung memeriksakan hasil ini ke seorang bidan yang tinggal tepat di depan rumah saya. Begitu masuk ke ruangan pasien, kami berkata,”Mau periksa kehamilan Bu, hasil tes urine, muncul dua garis artinya positif kan?” Bu bidan sambil tersenyum berkata, “Wah landep (red, tajam) ya. Ya nanti coba ibu cek”. Istri pun langsung diperiksa oleh bu bidan, dia berkata, “Ya, positif hamil. Hati-hati yah, usia kandungan muda masih rawan.” Mendengar pernyataan bu bidan, kami sangat bahagia, dan segera pamitan ke bu bidan.
             Pada bulan Juni tahun 2008, saya mendapat sinyal akan diajak untuk merintis MTs Annidhomiyah Japura Kidul, dengan bukti saya mendapat undangan untuk rapat penerimaan siswa baru (PSB). Yayasan sudah mempersiapkan sedimikian rupa, termasuk siswa yang menjadi angkatan pertama sudah direkrut, sebagian besar mereka adalah alumni MI Annidhomiyah Japura Kidul. Pada tanggal 22 juni 2008, kami mengadakan rapat PSB dan pembagian tugas mengajar. Rapat berjalan sangat lama, berbagai ide dan pengalaman para pengajar dicurahkan. Dalam rapat tersebut saya berkata,”Saya bahagia dan bangga dipercaya sebagai guru MTs Annidhomiyah, semoga keharmonisan seperti ini tetap terjaga. Ibarat suatu keluarga yang harmonis, Insya Allah anaknya pun mudah untuk dididik. Berbeda dengan anak yang orang tuanya yang brokenhome, biasanya anak tersebut bermasalah dan susah untuk dididik.”
            Pada pertengahan bulan Juli 2008 kegiatan MTs memasuki Masa Orientasi Siswa (MOS) selama beberapa hari, diteruskan dengan kegiatan belajar mengajar (KBM) dan saya pun menjadi pemateri pada acara MOS tersebut. Pada saat awal perintisan, MTs Annidhomiyah  cuma memiliki dua kelas, yaitu kelas VII Putra dan VII Putri. Lumayan banyak untuk sekolah yang baru berdiri, karena mencari murid satu kelas saja sangat sulit. Saya mendapat tugas mengajar IPS-Geografi dan IPS-Sejarah di dua kelas tersebut. Saat awal berdiri, ada 21 orang guru yang dikepalai oleh Kang Ahyan yang secara operasional dipimpin oleh Pak Yunus. Pada awal perintisan memang sangat banyak tantangan dan menuntut semua pihak harus sabar. Siswa yang cuma satu angkatan terlihat jenuh karena sebagian besar merupakan alumni yayasan tersebut, ditambah lagi suasana sekolah siang yang panas gersang memunculkan persolan lain yaitu siswa sangat sulit diatur. Tahun pertama benar-benar merupakan tahun pengabdian, karena belum mendapat BOS, guru-guru belum mendapat honor sebagaimana mestinya, dengan kata lain “puasa dulu”. Sebagai ciri khas madrasah setiap guru ketika mengajar wajib menggunakan peci hitam. Orang bilang “peci hitam seorang guru madurasah”. Kenapa guru madurasah bukan madrasah, karena kata madrasah berubah makna pada saat sekarang. Pada zaman dulu guru madrasah betul-betul ihlas beramal. Sesuai logo Kementerian Agama yaitu “ihlas beramal”. Sebagian guru madrasah pada saat ini juga mendapat tunjangan sertifikasi walau prosesnya tidak semua mudah, tentunya melalui berbagai tahap perjuangan. Kata madurasah merupakan pelesatan kata madrasah, karena guru saat sekarang hidupnya lebih manis seperti madu, tapi manisnya tidak banyak. Jadi tepat kalau guru madrasah sekarang dipanggil guru madurasah. Mirip iklan madu, yang bermerek madurasah. Filosofi madu sangat tepat, karena madu bermanfaat bagi orang banyak. Tentunya guru pun harus sejahtera, bisa ibadah juga bisa bersedekah. Ini yang sedang pemerintah pikirkan secara bertahap.

            Dengan berbagai aktivitas yang saya jalani, dari tugas di kelurahan, mengajar di MTs dan berbagai aktivitas lain, tidak terasa usia kandungan istri saya sudah 9 bulan, kata orang sunda tos sasihna (red, sudah waktunya lahiran). Selama 9 bulan kami hanya berfikir bagaimana bayi dan semuanya sehat. Pada hari Senin, 20 Oktober 2008, pada tengah malam menjelang pagi, melalui perjuangan yang lama dan melelahkan anak kami lahir. Alhamdulillah semuanya selamat dan sehat. Anak kami diberi nama “Busyro Mushoddiq”. Setelah 40 hari anak saya lahir, kami mengadakan resepsi pengganti, karena waktu nikah tidak langsung mengadakan resepsi, kebetulan keponakan saya pengen dikhitan dan pengen nanggap iring-iring (red, hiburan arak-arakan lampu, dilengkapi genjring). Karena sebelumnya teman-teman banyak yang komplain karena tidak diundang, padahal karena keterbatasan biaya sehingga saya tidak mengadakan acara resepsi. Saya tidak mau merepotkan semuanya, baik orang tua maupun mertua. Sebagai rasa syukur atas anak yang lahir sehat dan menuruti keinginan keponakan yang kondisinya yatim (red, ayahnya meninggal), hati saya terketuk untuk mengadakan resepsi.
            Pada hari Sabtu tanggal 6 Desember 2008, saya mengikuti tes CPNS di STAIN Cirebon. Esok harinya, hari Minggu tanggal 7 Desember 2008 saya juga mengikuti tes CPNS di  Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Cirebon. Ini adalah tes CPNS yang ke-6 dan ke-7 dari semua tes CPNS yang pernah saya ikuti. Sebelumnya saya pernah mengikuti tes CPNS Pemda Kabupaten Indramayu, Pemda Kota Cirebon, Departemen Luar Negeri, Sekretariat Negara dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pada tes yang pertama di Pemda Indramayu, Sabtu tanggal 11 Februari 2006, saya sangat optimis lulus karena formasinya banyak peserta sedikit. Begitu pengumuman di koran “Radar Cirebon”, ternyata gagal. Kenangan pada tes CPNS yang ke-6 di STAIN Cirebon, malam sebelum tes, tepatnya malam Sabtu, saya bermimpi tiba-tiba sudah berada di mekah di pemondokan ibadah haji. Begitu terbangun, ternyata saya mimpi. Walau sekedar mimpi saya bahagia mimpi berangkat ibadah haji. Rupanya mimpi itu yang membuat saya sangat tenang mengikuti tes, walau pun peluang untuk lulus sangat kecil karena formasinya cuma 1, yaitu sebagai “penyusun rencana pengadaan perlengkapan”. Berbagai kegagalan tes CPNS sebelumnya, membuat saya berprinsip “yang penting ikut tes, berapa pun formasinya, kalau sudah rizki saya, saya pasti lulus”.
            Hari Senin, 22 Desember 2008 hasil tes CPNS STAIN Cirebon diumumkan, saya baca di papan pengumuman dekat pos satpam ternyata saya lulus, alhamdulillah. Padahal pada hari itu saya sedang tidak enak badan, begitu baca dan ternyata saya lulus, saya mendadak sehat. Sesuai petunjuk dalam pengumuman, saya disuruh menghubungi sub bagian kepegawaian. Empat hari kemudian, hari Jum`at tanggal 26 Desember 2008, saya menyerahkan berkas persyaratan CPNS ke Pak Hanafi, staff sub bagian kepegawaian STAIN Cirebon.
Setelah pemberkasan CPNS tersebut, saya memutuskan keluar dari Kelurahan Argasunya. Kegiatan saya hanya mengajar di MTs sambil menunggu SK CPNS turun. Karena saya banyak waktu luang, pada saat itu saya sangat fokus mengajar di MTs, dan sempat juga membina ekstra kurikuler silat. Selain itu, dalam rangka peningkatan pembinaan terhadap siswa, yayasan menambah guru yang dianggap dekat dan punya wibawa di mata siswa, Pak Ali lah orangnya. Dia mulai mengajar di MTs ini pada tahun pelajaran 2009/2010. Pak Ali merupakan sosok guru madrasah yang tulen, dia mengajar di madrasah dengan pengabdian total. Pagi hari dia ngajar di MI Annidhomiyah sampai dhuhur, habis dhuhur dia juga mengajar MTs Annidhomiyah sampai sore hari. Malam harinya dia juga mengajar mengaji kitab kuning sampai jam sembilan malam. Tidak hanya itu dia mempunyai motivasi yang kuat untuk memajukan madrasah, dia rela berpuasa senin kamis selama dia hidup, malam jarang tidur karena melakukan aktifitas ibadah sholat tahajjud sambil muthola`ah (red, meriview) kitab kuning sampai pagi. Semua itu dalam rangka mendoakan agar madrasahnya maju dan berkah. Tidak hanya itu, dia setiap pagi ba`da sholat shubuh membersihkan seluruh WC yang ada di madrasah dan mempersiapkan wedang (red, kueh dan minuman) untuk guru-guru madrasah.
Akhir bulan Agustus 2009, tepatnya menjelang bulan puasa, SK CPNS turun yang ditandatangani oleh Ketua STAIN Cirebon, saya mendapat tugas di subbag umum STAIN Cirebon terhitung mulai 1 September 2009. Hari pertama saya tugas, saya bertemu dengan Kabag Administrasi, Pak Karim namanya. Dia bilang ke saya,”Ulah jiga juragan nya”.(Red, jangan seperti juragan, maksudnya jangan susah diatur). Saya jawab singkat, sambil senyum, “Ya, Pak”. Suasana awal bekerja, pastinya semangat. Dengan pengalaman bekerja sebelumnya, saya lebih hati-hati beradaptasi dengan lingkungan baru. Peribahasa bilang,”Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”. Dulu kantor kecil, sekarang kantor (kampus) agak besar yang karyawan dan dosennya banyak. Tentunya masalahnya pun lebih kompleks.
Selama menjadi CPNS, selain kewajiban bekerja dengan sungguh-sungguh, hal yang ditunggu adalah mengikuti diklat prajabatan karena merupakan persyaratan menjadi PNS 100 persen. Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga, pada tanggal 15-29 Juli 2010, saya mengikuti diklat Prajabatan di Griya Krida Sekesalam Jalan Sekesalam Desa Sindanglaya Cimenyan Kota Bandung. Setelah mengikuti parajabatan saya dan beberapa teman yang prajabnya bersamaan segera memenuhi persyaratan lain untuk mendapat SK PNS. Tanggal 27 Agustus 2010, turun SK PNS 100 persen yang ditandatangani oleh Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon, karena mulai Januari 2010 STAIN Cirebon beralih status menjadi IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Berdasarkan SK tersebut saya telah menjadi PNS 100 persen terhitung mulai 1 September 2010.

Saya mulai membagi jadwal, senin sampai jum`at tugas di IAIN, dan sisanya Sabtu, Minggu saya mengajar di MTs. Disaat saya sibuk-sibuknya mengatur jadwal antara kegiatan di IAIN dan MTs, pada awal November 2010, terdengar kabar Pak Ali dirawat di rumah sakit Waled karena sakit kaki yang berupa daging tumbuh (red, kutil) yang sudah lama mengakar. Teman-teman sudah banyak yang menyarankan untuk operasi sebelum berkembang semakin parah. Karena sabar, dia biarkan saja kakinya itu. Pada hari Sabtu tanggal 27 November 2010, saya mendapat sms dari Pak Aing, “Innalillahi wainna ilaihi rojiun telah meninggal dunia teman seperjuangan kita Pak Ali Syatori. Semoga amal ibadahnya diterima Allah Subhanahuwata`ala”. Kami sangat terkejut, mendengar kabar tersebut, sosok Pak Ali tidak ada duanya. Kehilangan satu sosok Pak Ali, sama dengan kehilangan tiga atau bahkan lima orang guru. Pak Ali bisa menggantikan guru yang tidak hadir, atau dengan kata lain seolah-olah dia setiap hari sebagai guru piket.
Melihat saya sudah 100 persen menjadi PNS, orang tua mulai terpanggil melaksanakan ibadah haji. Pada hari Rabu, tanggal 29 September 2010, ayah saya mulai daftar haji dan menyetor uang ke Bank, dengan estimasi pemberangkatan tahun 1434 H/2013 M. Kemudian akhir tahun 2010, saya memutuskan melanjutkan pendidikan S2. Saya memilih jurusan yang linier tapi masih dalam kota, artinya kampus yang ada di Cirebon. S2 jurusan Administrasi Negara/Publik cuma ada di Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirebon dan Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Cirebon. Saya memilih Unswagati dengan pertimbangan bahwa Unswagati sedang proses menjadi kampus negeri, tentunya pasti banyak pembenahan. Sebelumnya saya sudah melihat sinyal akan mendapatkan beasiswa dari Dirjen Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kementerian Agama. Melihat peluang tersebut saya berspekulasi dengan tiga pertanyaan yang membayangi, “apakah saya mampu membiayai kuliahnya, apakah izin belajarnya turun dan apakah istri mengizinkan”. Dengan menggunakan “otak kanan” saya yakin tiga pertanyaan tersebut akan terjawab.
Sebelum saya mengajukan beasiswa, saya berdiskusi dulu dengan Mba Lies teman satu ruangan sesama asisten pribadi rektor, saya bertanya”Mba bagaimana kalau saya ikut beasiswa ini, mumpung ada peluang, lagian kita yang edit ko ga ikut?” Dia menjawab, “Ya, ikut aja! Saya mau ikut tapi cari yang linier dengan S1 manajemen di Cirebon belum ada”. Saya langsung melengkapi persyaratan pencairan beasiswa, antara lain foto copy KTP, NPWP, nomor rekening, dan referensi bank, cuma itu.
Setelah berkas terkirim, selanjutnya hari Senin, tanggal 25 Oktober 2010, saya survei ke kampus pascasarjana Unswagati, ternyata perkuliahan sudah aktif. Saya langsung dihadapkan dengan Direktur Pascasarjana Unswagati Cirebon. Saya bertanya, “Masih bisa daftar gelombang sekarang, ga?”. Dia menjawab, “Kalau mau daftar hari ini, kami tunggu. Data akan segera kami kirim”. Saya jawab.”Siap, Pak”. Kemudian saya bertanya bagian keuangan, Ibu Aan, “biaya pertamanya berapa?”. Dia menjawab,”8,5 jutaan, Pak”. Saya langsung cari uang sejumlah tersebut, saya inget punya investasi garam yang belum jelas untung atau rugi sekitar 20 juta rupiah, dengan perasaan tidak enak saya langsung nelpon ke saudara sepupu saya, “Kang Oman, kula perlu yatra sepuluh juta, pripun ya yatra uyah dipendet krihin kangge daftar kuliah”.(Kang Oman, saya butuh uang sepuluh juta, bagaimana kalau uang garam diambil dulu buat daftar kuliah). Dia menjawab,”Mangga, ning umah bae”.(Silahkan, ke rumah saja). Mendengar jawaban tersebut, saya sedikit lega dan langsung meluncur ke rumah kakak sepupu saya dan mengambil uang tersebut.
Kemudian saya pulang ke rumah, minta izin istri, kebetulan istri baru bangun tidur, saya bilang,”Neng, abi mau kuliah, uang ngambil dari uang garam. Bismillah aja, semoga beasiswa cair.” Istri terdiam, bingung dan masih mengantuk, tapi tampaknya setuju. Saya langsung ke kampus pascasarjana Unswagati, saat itu sudah sepi tinggal Ibu Aan yang masih menunggu saya, karena sudah janjian sebelumnya. Setelah semuanya beres, sekitar jam 5 sore saya langsung pulang ke rumah.
Dengan status baru sebagai mahasiswa S2 dan berbagai kesibukan kerja dan mengajar, saya sempat memutuskan akan melepas sementara peci hitam saya sebagai guru MTs. Pertimbangan saya saat itu, saya tidak mau siswa yang menjadi korban. Saya meminta izin ke Pak Yunus (kepala MTs) dan berkata,”Punten Pak, terus terang saya merasa ga enak. Saya sangat sibuk, sampai kelelahan mengatur semua jadwal kegiatan saya, apalagi saya sedang kuliah S2. Saya takut, siswa yang menjadi korban. Saya sudah ngobrol dengan istri, akhirnya istri menyarankan saya ngajarnya off dulu. Saya kira ini yang terbaik. Saya mau cuti ngajar sampai S2 lulus”. Pak Yunus sempat terdiam berfikir kemudian berkata,”Pak Barok, ikut merintis MTs ini dari awal dari belum banyak murid, sekarang mulai banyak. Intinya saya tidak mengizinkan Pak Barok berhenti mengajar, adapun kegiatan KBM (red, belajar mengajar) semua bisa diatur, kalau tidak hadir ya minimal ada tugas.” Jawaban Kepala MTs, membuat saya tenang. Saya sudah berusaha yang terbaik, ternyata kepala sekolah berfikir lebih bijaksana.
Hari minggu sore tanggal 12 Desember 2010 tepatnya pukul 17:01, saya jalan-jalan naik motor dengan istri ke Sindang Laut sambil menikmati suasana sore dan mampir ke ATM untuk ambil uang. Saya mulai bertransaksi di ATM, saya mengambil uang 50 ribu karena saya inget saldo sebelumnya cuma 100 ribuan. Saya kaget, ternyata print out yang muncul saldonya Rp.17.065.438. Saya sempat bingung, dan berfikir ini uang apa yah. Tapi hati saya sudah nebak mungkin karena akhir tahun, ini pasti beasiswa. Hari senin tanggal 13 Desember 2010, seperti biasa saya bekerja, sambil cari-cari info uang tersebut ternyata benar itu uang beasiswa, yang dua bulan sebelumnya berkas pencairannya dikirim. Ternyata kalau sudah rizkinya, tidak ada yang sulit. Saya sempat mendepositokan uang tersebut dengan tujuan agar suasana tenang dulu. Setelah semuanya jelas, surat tentang beasiswa dari Dirjen Pendis turun, saya segera menyetor uang tersebut untuk biaya kuliah. Pertanyaan tentang biaya kuliah sudah terjawab.
Akhirnya pertanyaan tentang izin belajar pun terjawab, walaupun mengurusnya cukup berbelit-belit. Izin belajar dari Sekjen kemenag turun melalui fax yang datang ke IAIN pada tanggal 24 Mei 2011. Saya cukup tenang hampir semua spekulasi kuliah saya terjawab, saya pun tidak menyia-nyiakan waktu yang ada. Setelah mendapat pembimbing tesis, saya langsung menyusun tesis. Alhamdulillah, saya mendapat pembimbing yang sesuai dengan rencana dan keinginan saya. Seorang guru besar yang sangat sabar membimbing walaupun fisiknya sedikit kurang fit karena usia dan Ibu Dekan yang sudah doktor, yang mudah untuk dihubungi. Akhirnya sidang usulan penelitian hari Sabtu 11 Februari 2012 dan sidang hasil penelitian hari Sabtu tanggal 2 Juni 2012, semuanya berjalan lancar, walaupun  dibalik sukses pasti ada ekses atau perjuangan luar biasa. Pada hari Sabtu, tanggal 23 Juni 2012, saya dinyatakan lulus dan berhak menyadang gelar Magister Sains (M.Si.) setelah diuji dalam sidang tesis dihadapan penguji dan pembimbing tesis. Tesis saya berjudul, “Implementasi Kebijakan Dual Mode System, Kompetensi Pedagogik, dan Profesional Guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon”. Akhirnya, hari Senin tanggal 16 Juli 2012, saya mengikuti wisuda di Hotel Jamrud kota Cirebon, diantar oleh anak, istri, kedua orang tua dan beberapa keluarga naik mobil Avanza-nya saudara.
Awal tahun pelajaran 2012/2013, semangat baru karena punya gelar S2, serasa menutupi kekurangan saya. Saya mengajar tanpa akta IV, dengan S2 saya berhak mengajar mahasiswa apa lagi siswa. Tak terasa beberapa bulan pun berlalu, Ujian Tengah Semester pun telah dilaksanakan, hasil ujian pun sudah diterima oleh siswa. Pada malam senin, tanggal 21 Oktober saya dan Pak Dalil sudah siap berangkat bersama, ada kegiatan on line (red, cari penghasilan tambahan), mendadak hand phonenya Pak Dalil berdering, ada telepon dari Pak Syafii,”Pak wonten pundi? Pak Subhan sakit, rencanae dalu niki pada ajeng nengok teng rumah sakit Waled”.(Pak ada dimana? Pak Subhan sakit, rencananya malam ini akan menjenguk di rumah sakit waled). Pak Dalil spontan menjawab,”Kulae siweg sareng Pak Barok, ajeng medal, mengkin ngobrol krihin”. (Saya sedang bersama Pak Barok, mau keluar, nanti ngobrol dulu). Akhirnya kita sepakat menengok Pak subhan dulu. Di madrasah kita menunggu teman-teman kumpul, ternyata Pak Subhan tidak di rumah sakit tetapi di Padepokan Ujang Bustomi, seorang paranormal.
Temen-temen sudah kumpul, kita naik mobil Suzuki Carry tahun 1995 warna merah hati milik Pak Fahmi, kebetulan baru beli tapi langsung dipinjam oleh Pak Anas. Selama perjalanan kita banyak ngobrol dengan suasana penuh guyon salah satunya komentar tentang mobil, Pak Anas bilang, ”mobile sih rada bodol tapi tenagae sih lumayan”.(Mobilnya sih sudah lama, tapi tenaga/mesinnya sih lumayan). Saya juga berkomentar, “Biasa mobil bodol dikit, go belajar nyetir kan enak. Lamun wis bisa, nembe ganti kang anyar”.(Biasa mobil lama dulu, buat belajar mengemudi kan enak. Kalau sudah mahir, baru ganti yang baru). Ternyata pas belok klaksonnya bunyi terus, padahal kalau dipijit klaksonnya malah ga bunyi. Kami serentak tertawa, karena mungkin yang punya ga ikut jadi kami bebas berekspresi.
Kami tidak mengetahui lokasi padepokan tersebut, ditambah suasana malam yang gelap, kami pun sesekali bertanya ke warga yang dijumpai di perjalanan. Akhirnya sampai juga ke tempat yang dituju. Saat kami datang, Pak Subhan sedang tidur-tiduran menahan sakit. Kami sempat bersalaman dengan Pak Subhan, dia berkata,”Balik yu. Balik bae!”(Pulang yu. Pulang saja). Kami pun berusaha mengalihkan perhatian supaya dia tidak meminta pulang. Ketika paranormal memeriksa dan berusaha mengobati, dia menjerit kesakitan padahal tangan paranormal cuma ditempelkan di perutnya. Sambil menjerit, dia bilang”wis, bli sanggup.”(Sudah, gak sanggup menahan sakit). Akhirnya karena sudah malam kami pun pamitan ke keluarganya, secara diam-diam takut dia ikut pulang.
Esok harinya, hari senin 22 Oktober 2012 jam 11:15, saya dapat sms dari Pak Aing,” Innalillahi wainna ilaihi rojiun, teman seperjuangan kita Pak Subhan telah pulang ke rahmatullah. Semoga amal ibadahnya diterima Allah Subhanahuwata`ala. Amin.” Sms ini sangat mirip ketika Pak Ali meninggal. Dua guru yang telah berjuang membesarkan MTs Annidhomiyah telah dipanggil Allah, semoga husnul khotimah.

Sekian, terima kasih. Semoga bermanfaat dan menjadi ajang silaturahmi yang bernilai positif.


Silahkan tulis biodata Anda disini: (Nama, alamat, tempat tugas dan informasi lainnya)
................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................


Silahkan tulis tanggapan, komentar, cerita yang hampir sama atau curahan hati mengenai cerpen ini!
Ke email : bangayok13@gmail.com atau contact ke HP. 085352881488
Semua kiriman teman-teman akan saya up load
di www. bangayok.blogspot.com
................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................ ................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................ ................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................ ................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................ ................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................ ................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................ ................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................

readmore »»  

Monday, November 12, 2012

Peci Hitam Seorang Guru Madurasa h

Assalamualaikum Wr. Wb. 

Akhirnya terselesaikan juga, cerita pendek naturalis dengan sudut pandang orang pertama dan orang ke tiga. Semoga cerita ini menjadi sarana komunikasi guru-guru madrasah untuk berbagi ilmu dan pengalaman. 

Semua komentar atau curhat teman-teman akan saya up load. Kebetulan istri saya juga seorang guru madrasah, dan alhamdulillah sudah lulus sertifikasi sejak Desember 2009.

Wassalamualaikum Wr. Wb.
readmore »»