PECI HITAM SEORANG
GURU MADURASA-H
Karya Abdul Mubarok
Tahun 2005 tepatnya hari Sabtu tanggal 27
Agustus saya lulus dari Universitas terkemuka di Jawa Barat, jurusan
Administrasi Negara Universitas Padjadjaran Bandung dengan menyandang gelar Sarjana
Ilmu Politik (S.IP.) dan skripsinya berjudul “Pengaruh Implementasi
Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Terhadap Efektivitas Penanggulangan
Banjir di Provinsi DKI Jakarta”.
Pada saat
wisuda saya tampak berbeda dari wisudawan lainnya yang terlihat ceria,
mengenakan toga terlihat rapi dan necis. Wisudawan menggunakan jas
terlihat gagah dan wisudawati menggunakan busana nasional (kebaya)
terlihat sangat cantik. Pada saat yang berbahagia tersebut, saya
berbusana sangat sederhana dengan baju batik biru pendek tipis tertutup baju
toga, rambut panjang tidak tercukur rapi memberi sinyal atau gambaran bahwa
wisuda bagi saya bukan segalanya. Pada saat itu saya terkesan terlalu apatis
apakah ijazah S-1 saya akan laku (red, akan mendapatkan
pekerjaan yang sesuai). Padahal itu semua saya lakukan agar kedua orang
tua saya sadar dan menyadari bahwa tantangan seorang sarjana jauh lebih berat
daripada yang tidak sekolah atau hanya tamatan SMA.
Selama 4
semester awal saya kuliah, saya sempat merasakan betapa sulitnya hidup mandiri
dan mencari penghasilan sendiri dengan cara berdagang dan sempat mencicipi menjadi
sales perabot rumah tangga selama dua kali. Dari mulai dagang sarung, kerudung,
roti bakar, minyak wangi, mengkudu, stiker, bunga dan aneka asesoris kampus
pada acara wisudaan, semuanya saya lalui dengan niat dadar awak (red, coba-coba barang kali ada nasib baik) dan sebagai
bekal nanti pada saat lulus kuliah. Pada saat itu saya sudah sadar dan
menyadari persaingan kerja sangat ketat karena jumlah mahasiswa Unpad saja
sekitar 40 ribu, yang setiap tahun mewisuda sekitar 10 ribu dalam empat
gelombang. Belum lagi alumni S-1 kampus-kampus lain di Jawa Barat
yang sangat banyak. Saya membayangkan kalau saya menganggur selama 4 tahun saja
sudah ribuan saingan berebut untuk mencari pekerjaan.
Dua hari menjelang wisuda saya bilang ke kedua orang tua
saya, “Ma, wisuda kula bli susah dianter
rombongan keluarga maning, tapi lamun pengen pada nganter ya blapapa”
(Ayah, wisuda saya tidak usah diantar rombongan keluarga lagi, tapi kalau
banyak yang ingin mengantar ya tidak apa-apa). Pada saat itu kedua orang tua
tidak memberi komentar apa-apa, tapi diam-diam mempersiapkan keberangkatan ke
Bandung.
Akhirnya, hari
berikutnya kami berangkat dari Cirebon menuju Bandung naik mobil kijang hitam,
di jok bagian depan paman menyetir mobil didampingi istrinya, di jok bagian
tengah ayah dan ibu saya, serta kedua anak paman, di jok bagian belakang saya
dan kedua adik saya. Tepat menjelang magrib, kami sampai di Cileunyi Bandung
mampir ke Pesantren Al-Jawami sowan
(red, berkunjung) ke kiayi karena selama beberapa semester saya tinggal di kobong (red, pondokan). Selanjutnya kami
menginap di Cinunuk Bandung di rumah Haji Aa dan Haji Ade, keduanya
merupakan pengusaha servis per dari
Tasikmalaya. Rumah yang mewah, seolah-olah kami menginap di hotel tapi gratis.
Kami dilayani dengan sangat ramah. Di samping rumah dia ada mesjid sederhana,
tempat tinggal saya pada saat menuntaskan tugas akhir atau skripsi.
Ketika rombongan sampai ke rumah Haji Aa dan Haji Ade, saya berkata,”Pak Haji, hapunten sateuacana. Abdi sareng
rombongan keluarga, bade ngiring ngawengi didieu.”(Pak Haji, mohon maaf
sebelumnya. Saya dan rombongan keluarga, mau ikut numpang tidur di sini). Pak
Haji Aa dan Haji Ade, malah rebutan menerima, “Ya, mangga pisan”. (Ya, silahkan). Akhirnya rombongan, kami bagi
dua, ada yang numpang di rumah Haji Aa dan sebagian lagi di rumah Haji Ade.
Setelah
menyandang predikat sarjana, saya punya tekad dan keyakinan bahwa sukses adalah
kata yang indah didengar, enak dirasakan tapi pahit dan perih
untuk diperjuangkan. Sukses adalah sebuah proses yang harus kita mulai dari
bawah, dari nol dengan penuh ketidakenakan tapi semuanya harus kita lalui
dengan sabar, ceria tanpa beban. Saya ingat kata-kata seorang
petani tebu dan PNS juga, H. Rouf namanya, dia pernah berkata kepada saya,“Lamun beli gelem sengsara, pasti sengsara
selawase”.(Kalau kita tidak mau bersusah payah, kita akan hidup susah
selamanya). Saya juga ingat pesan dari anggota TNI pada saat tes seleksi masuk
SMA Taruna Nusantara Magelang tahun 1995, saya gagal di tingkat Kodam III
Siliwangi. Dia bilang, “Kalian jangan kecewa, buktikan kemampuan kalian di
tempat lain. Mutiara dimanapun akan tetap menjadi mutiara walaupun ada selokan.
Mutiara akan tetap dicari orang. Buktikan Anda adalah mutiara!”. Dengan tekad
dan keyakinan tersebut, selanjutnya saya memutuskan ikut paman di Bekasi
berjualan buah-buahan kaki lima, tepatnya daerah Narogong, Rawa Lumbu dan
Pondok Hijau.
Tanpa ragu
saya berkata pada paman, “ Mang, isun
melu dagang ning Bekasi sih, bari luru kerjaan. Olih beli?” (Paman, saya
ikut berdagang di Bekasi sambil mencari pekerjaan. Boleh tidak?). Paman
menjawab dengan singkat, “Ya, olih.
Kebeneran lagi butuh karyawan.” (Ya boleh. Kebetulan lagi butuh karyawan.)
Hari demi hari,
saya menikmati berjualan buah-buahan dari jam 7 pagi sampai kadang jam 12 malam
kios baru tutup. Pada hari-hari awal saya berjualan, saya dilatih oleh karyawan
senior yang kebetulan masih sepupunya paman. Mulai dari menata jeruk,
memisahkan jeruk yang besar dan kecil dari keranjang. Kemudian satu persatu
jeruk yang lama disortir, yang masih layak dilap dan ditata kembali, yang busuk
dibuang. Jeruk yang masih baru dan segar di simpan di bawah sebagai alas jeruk
yang kemarin. Setelah jeruk selesai, selanjutnya menata
buah-buahan lain seperti apel, semangka, anggur, kelenkeng, salak, alpuket dengan
proses yang hampir sama. Kalau lagi ramai terutama akhir pekan, hari sabtu
dan minggu terkadang saya bisa menikmati istirahat hanya pas makan dan sholat. Memang sangat melelahkan!
Bayaran 400 ribu perbulan bersih, karena semua kebutuhan sudah dijamin dari
uang dagangan. Ya lumayan buat pulang kampung setiap sebulan sekali apel (red,
berkunjung) ke pacar yang sekarang jadi pasangan hidup saya.
Di sela-sela
aktivitas saya menunggu dan melayani pembeli di pangkalan buah, saya
menyempatkan membaca surat kabar, yang saya baca terutama yang berkaitan dengan
latar belakang keilmuan saya, serta sesekali melihat lowongan pekerjaan dan
informasi seputar CPNS (Red, Calon Pegawai Negeri Sipil). Karena sesama
pedagang, saya bebas baca koran asalkan jangan sampai kotor atau lecek. Bos
koran, Ucok panggilannya. Saya bilang, “Cok, numpang baca koran yah!” Dia menjawab,
”Boleh!” Dia jawab dengan singkat, karena sudah biasa.
Pada bulan
Agustus 2006, saya mendapat peluang menjadi seorang guru honorer di SD Negeri I
Astanamukti, yang lokasinya tidak jauh dari rumah. Saya mengajar mata pelajaran
bahasa Inggris dari kelas 3 sampai kelas 6. Kelas 1 dan 2 tidak mendapat mata
pelajaran bahasa Inggris karena masih fokus pada pelajaran membaca, menulis dan
berhitung - Calistung. Peluang
tersebut diperoleh berdasarkan info dari teman, kemudian langsung saya telusuri
sambil membawa lamaran ke sekolah tersebut. Dengan berbagai pendekatan dengan
kepala sekolah akhirnya saya diterima di sekolah tersebut. Hari pertama saya
mengajar merupakan kenangan yang sangat sulit dilupakan mengingat saat itu pertama
kali saya memakai seragam PNS. Dengan penuh bangga, seolah-olah sudah PNS, saya
berangkat pamitan ke orang tua saya. Saya berkata, “Mi, mangkat ngajar dikit ya!” (Bu, berangkat ngajar dulu ya). Ibu
saya menjawab, “Ya, muga-muga agian
diangkat PNS.”(Ya, semoga cepat menjadi PNS). Ucapan ibu saya tersebut
menjadi spirit bagi saya untuk melalui berbagai perjuangan menjadi seorang
guru. Dengan perhasilan 150 ribu perbulan saya menikmati pekerjaan ini, karena
ini yang membuat orang tua bahagia. Padahal penghasilan
saya
saat itu masih dibawah penghasilan pada saat saya menunggu kios
buah di Bekasi. Itu pun kadang cuma dibayar 2 bulan dari 3 bulan
yang seharusnya dibayar, sambil menunggu dana BOS (bantuan operasional sekolah)
cair.
Selama
beberapa bulan mengajar, tibalah kesempatan saya bertemu dan mendapat pertanyaan
dari
seorang pengawas SD. Dia menyampaikan teguran kepada saya. Pak Fuad namanya.
Terjadilah obrolan singkat. Dia bertanya kepada saya, “Bapak, lulusan S-1 yah?
Dulu kuliah jurusan apa?”. Saya dengan senang hati menjawab,”Ya Pak, saya
kuliah jurusan Administrasi Negara Unpad Bandung.” Dia bertanya lagi, “Kok
bukan jurusan keguruan, mengajar?”. Saya cukup kaget dan terdiam mendengar
pertanyaan itu, dengan berpura-pura tenang saya menjawab, “cari pengalaman aja
Pak”. Dia berkata, “Kamu sebaiknya kuliah lagi jurusan keguruan, tapi jangan di
Cirebon, yang bagus di Bandung! Saya menjawab, “Ya Pak, nanti. Terus bagaimana
dengan tugas ngajar saya, Pak? Dia menjawab,”Ya kamu keluar dari mengajar saja dulu.”Mendengar
jawaban yang terakhir saya sangat sedih dan tidak meneruskan obrolan. Omongan
itu menjadi pil pait bagi saya dalam menghadapi hidup agar lebih sukses.
Pada akhir
bulan Desember tahun 2006, sekolah libur semester ganjil. Saya memutuskan
mengisi liburan dengan kembali berjualan di bekasi lagi ikut paman. Hari rabu
tanggal 3 Januari 2007, saya ditelepon oleh keluarga tapi tidak
terdengar, pada saat itu saya sedang istirahat siang di kontrakan. Mungkin
karena kelelahan habis dagang, saya tidur sangat pulas. Pintu
kontrakan terkunci. Paman mengetuk pintu beberapa kali, saya belum terbangun
juga, akhirnya menjelang asyar saya terbangun. Paman berkata,”Kang sabar ya, Yayah ninggal!” (yang
sabar yah, Yayah-adik saya meninggal dunia). Saya tidak menjawab apa-apa hanya
bersedih dan segera mempersipkan diri pulang. Saya sangat sedih, dan bertambah
sedih lagi ketika saya merasa belum bisa berbuat banyak untuk adik saya itu.
Dia sebetulnya pengen kerja di Jakarta, tapi karena fisiknya kurang sehat,
kedua orang saya tidak mengizinkan.
Setelah
jenazah adik saya dimakamkan, tiap sore ba`da asyar kami mengadakan tahlilan yang dihadiri oleh keluarga dan
tetangga dan tiap malam mengadakan acara yasinan
yang dihadiri keluarga dekat saja, dari hari pertama sampai hari ketujuh.
Setelah melewati hari ketujuh saya mulai keluar rumah, dan
seperti biasa saya kalau sudah di rumah pasti kangen dengan teman-teman dan tidak
betah tinggal di rumah, apalagi habis berduka cita. Malam
itu, kita asyik ngobrol bertiga di toko kelontong milik teman, Fahmi namanya. Fahmi
berkata “Kula due ide, priben lamun gawe
sekola SMP?” (Saya punya ide, bagaimana kalau buat sekolah SMP). Saya
menjawab “Setuju pisan, sebab ning kene
durung ana SMP, MI Annidomiyah muride kan akeh kira-kirae nyampe sangangatus
siswae, durung MI sejene. Peluange bagus lamun gawe SMP atau MTs.”(Setuju
sekali, sebab di sini belum ada SMP, MI Annidomiyah siswanya banyak kira-kira
sampai sembilan ratusan, belum MI lainnya. Peluangnya bagus kalau mendirikan
SMP atau MTs).
Fahmi berkata lagi, “Kita wis gawe proposale”.(Saya
sudah buat proposalnya). Dengan obrolan yang sangat panjang sampai jam 12
malam, akhirnya kami pun sepakat untuk membuat Yayasan yang bernama “Yayasan
Pendidikan Islam Darul Fiqri” dan SMP yang kita rintis bernama “ SMP Islam
Darul Fiqri”.
Pada tanggal
26 Januari tahun 2007, kami mulai melakukan berbagai langkah termasuk melakukan
penggalangan dana untuk membuat yayasan dan saat itu kuwu Japura Kidul
menyetujui dan menandatangani surat permohonan dana untuk pembentukan yayasan
ini. Tantangan begitu berat pada saat itu, tapi kami tetap melangkah. Pada
tahun pelajaran 2007/2008 kami mulai melakukan perekrutan
siswa baru. Ternyata siswa yang mendaftar sangat sedikit. Akhirnya tim kami
apatis, dan bubar dengan sendiri.
Rupanya
beberapa langkah kami mendirikan sekolah diikuti oleh yayasan yang sudah
memiliki murid Madrasah Ibtidaiyah (MI). Melihat perkembangan demikian, saya
menganggap sebagai momen yang tepat dan positif. Saya melakukan berbagai cara,
diantaranya memberi motivasi terhadap Yayasan Annidhomiyah melalui Kang Anun. Beberapa
malam kami berdua ngobrol baik obrolan pribadi maupun obrolan seputar pendirian
sekolah SMP/ MTs. Saya berkata, “Agian
gawe SMP atau Tsanawiyah, ngenteni apa maning? Apa maning MI Annidhomiyah
muride akeh pisan.” (Cepat dirikan SMP atau Tsanawiyah, nunggu apa lagi?
Apalagi MI Annidhomiyah muridnya sangat banyak). Kang Anun menjawab, “Kesuwun sarane, dadie tambah semangat kih.
Ko kita arep ngupai saran ning yayasan supaya again gawe MTs.” (Terima
kasih atas sarannya, jadinya tambah semangat nih. Nanti saya akan memberi saran
supaya segera mendirikan MTs).
Senin
tanggal 11 April tahun 2007 merupakan jawaban atas kegalauan saya. Karena
pada hari itu, saya mulai bekerja menjadi tenaga honorer di Pemerintah Kota
Cirebon tepatnya di Kelurahan Argasunya. Selama saya tugas mengajar di SD saya
merasa galau karena tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan. Seorang guru
kalau mau diangkat menjadi PNS harus mempunyai ijazah S-1 Keguruan. Karena itu,
saya bilang ke Ayah saya, “Ma, coba dolan
ning Pa Lurah Tasmadi maning, aja putus asa coba maning bae. Ader gan bengen
pernah janjeni arep nganjingaken honor. Bokat bae sekie sih robah pikiran,
gelem nerima honor”.(Ayah, coba main lagi ke Pak Lurah Tasmadi, jangan
putus asa coba lagi saja. Lagian dulu pernah berjanji mau memasukkan honor.
Barang kali saja sekarang berubah pikiran, mau menerima honor). Ayah menjawab,
“Ya, muga-muga bae.”(Ya, semoga
saja).
Semenjak itu,
saya bekerja di dua tempat, Senin sampai Jum`at tugas di kelurahan dan hari Sabtu
saya mengajar. Dengan cuma satu hari mengajar di SD, banyak guru-guru senior
yang PNS yang protes. Saya mulai menikmati bekerja di
kelurahan, sampai pada suatu saya memutuskan keluar dari SD karena berbagai
permasalahan yang membuat saya tidak betah. Tapi kenangan yang utama selama
mengajar di SD adalah saya pernah mendapat kesempatan menjadi Tutor KF.
Sebelumnya saya mendapat surat tugas dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten
Cirebon untuk mengikuti kegiatan “Pelatihan Tutor Keaksaraan Fungsional (KF)”
yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat bertempat di
Hotel Endah Parahyangan Cimahi-Bandung dari tanggal 24-29 Juni 2007, hari
Minggu sampai Jum`at. Sebagai Tutor KF,
saya mendapat rizki honor 7 Juta rupiah. Cukup besar, karena waktu itu honor
ngajar saya cuma 150 perbulan. Tentunya banyak lika-liku yang saya hadapi agar
honor tersebut bisa cair, termasuk harus disidang di rumah Kadisdik yang
kebetulan ayahnya teman saya.
Pada usia 27 tahun, tekad saya sudah bulat untuk menikah
pada saat itu. Walaupun banyak hambatan dari keluarga, terutama orang tua. Saya
berusaha meyakinkan kedua orang tua. Mereka khawatir, karena saya dianggap
belum mapan secara ekonomi dan orang tua belum mengenal sosok wanita yang akan
saya nikahi. Terjadi perdebatan atau perbedaan pendapat yang
seru, saya berkata ”Ma, isun arep nikah.
Jaluk do`a restue!”(Ayah, saya akan nikah. Minta do`a restunya). Ayah saya
menjawab,”Terus terang mama beli setuju
lan beli ngidini”.(Terus terang, ayah tidak setuju dan tidak mengizinkan).
Saya bertanya, “Apa alasane?”(Apa
alasane). Ayah dengan wajah marah dan nada sedikit keras menjawab,”Ira dau kapan honor ning kelurahan, pengene
mama lamun ira wis PNS nembe nikah, mama blenak ning pa lurahe”(Kamu masih
baru honor di kelurahan, ayah ingin kalau kamu sudah PNS baru menikah). Melihat
ayah marah saya terpancing marah juga dan berkata”Ya wis, lamun mama beli ngidini berarti mama beli yakin rejekie Gusti
Allah. Wis aja sembayang maning, percuma.”(Ya sudah, kalau ayah tidak
mengizinkan berarti ayah tidak yakin rizkinya Allah. Sudah, jangan sholat lagi,
percuma).
Dengan sikap keras saya, lama-lama hati orang tua saya
luluh juga dan akhirnya mengizinkan saya nikah. Berbagai persiapan saya
lakukan, termasuk mendata teman-teman yang akan diundang untuk rencana
resepsinya. Dengan keterbatasan dana yang ada, tapi tekad menikah yang kuat,
akhirnya saya menikah dengan seorang wanita bernama “Ulpah Latipah”. Usia
kita cuma beda satu hari, saya lahir 13 September 1980 dan istri saya lahir 14
September 1980. Akad nikah dilaksanakan pada hari Jumat,
tanggal
14 Desember 2007, sehabis sholat jum`at dan suasana saat
itu gerimis
karena musim hujan cocok untuk penganten baru. Pada hari itu banyak saudara
yang tidak tahu saya nikah apalagi teman-teman, pada saat rombongan
saya mulai berangkat, banyak yang mendadak ikut untuk menyaksikan akad nikah
saya. Saya sangat menyadari kekurangan itu, tapi tekad dalam hati saya
berkata”saat ini saya boleh ditertawakan oleh siapa pun, tapi akan
datang saatnya saya sukses, orang akan hormat dengan sendirinya”.
Hari demi hari kami menikmati bulan madu. Hanya dua malam
saya tinggal di “Villa Mertua Indah” dan malam berikutnya istri diajak ke rumah
orang tua saya. Sebulan setelah nikah, istri saya positif hamil. Hal tersebut
berdasarkan alat tes kehamilan dengan menggunakan tes urine, hasilnya
positif. Kami langsung memeriksakan hasil ini ke seorang bidan yang tinggal
tepat di depan rumah saya. Begitu masuk ke ruangan pasien, kami berkata,”Mau
periksa kehamilan Bu, hasil tes urine, muncul dua garis artinya positif kan?”
Bu bidan sambil tersenyum berkata, “Wah landep (red, tajam) ya. Ya nanti
coba ibu cek”. Istri pun langsung diperiksa oleh bu bidan, dia berkata, “Ya, positif
hamil. Hati-hati yah, usia kandungan muda masih rawan.” Mendengar
pernyataan bu bidan, kami sangat bahagia, dan segera pamitan
ke bu bidan.
Pada bulan Juni
tahun 2008, saya mendapat sinyal akan diajak untuk merintis MTs Annidhomiyah
Japura Kidul, dengan bukti saya mendapat undangan untuk rapat penerimaan siswa
baru (PSB). Yayasan sudah mempersiapkan sedimikian rupa, termasuk siswa yang
menjadi angkatan pertama sudah direkrut, sebagian besar mereka adalah alumni MI
Annidhomiyah Japura Kidul. Pada tanggal 22 juni 2008, kami mengadakan rapat PSB
dan pembagian tugas mengajar. Rapat berjalan sangat lama, berbagai ide dan
pengalaman para pengajar dicurahkan. Dalam rapat tersebut saya berkata,”Saya
bahagia dan bangga dipercaya sebagai guru MTs Annidhomiyah, semoga keharmonisan
seperti ini tetap terjaga. Ibarat suatu keluarga yang harmonis, Insya Allah
anaknya pun mudah untuk dididik. Berbeda dengan anak yang orang tuanya yang brokenhome, biasanya anak tersebut
bermasalah dan susah untuk dididik.”
Pada pertengahan bulan Juli 2008 kegiatan MTs memasuki Masa
Orientasi Siswa (MOS) selama beberapa hari, diteruskan dengan kegiatan belajar
mengajar (KBM) dan saya pun menjadi pemateri pada acara MOS tersebut. Pada saat
awal perintisan, MTs Annidhomiyah cuma
memiliki dua kelas, yaitu kelas VII Putra dan VII Putri. Lumayan banyak untuk
sekolah yang baru berdiri, karena mencari murid satu kelas saja sangat sulit. Saya
mendapat tugas mengajar IPS-Geografi dan IPS-Sejarah di dua kelas tersebut. Saat
awal berdiri, ada 21 orang guru yang dikepalai oleh Kang Ahyan yang
secara operasional dipimpin oleh Pak Yunus. Pada awal perintisan memang sangat
banyak tantangan dan menuntut semua pihak harus sabar. Siswa yang cuma satu
angkatan terlihat jenuh karena sebagian besar merupakan alumni yayasan
tersebut, ditambah lagi suasana sekolah siang yang panas gersang memunculkan
persolan lain yaitu siswa sangat sulit diatur. Tahun pertama benar-benar
merupakan tahun pengabdian, karena belum mendapat BOS, guru-guru belum mendapat
honor sebagaimana mestinya, dengan kata lain “puasa dulu”. Sebagai ciri khas
madrasah setiap guru ketika mengajar wajib menggunakan peci hitam. Orang bilang
“peci hitam seorang guru madurasah”. Kenapa guru madurasah
bukan madrasah, karena kata madrasah berubah makna pada saat sekarang. Pada
zaman dulu guru madrasah betul-betul ihlas beramal. Sesuai logo Kementerian Agama
yaitu “ihlas beramal”. Sebagian guru madrasah pada saat
ini juga mendapat tunjangan sertifikasi walau prosesnya tidak semua mudah,
tentunya melalui berbagai tahap perjuangan. Kata madurasah merupakan pelesatan
kata madrasah, karena guru saat sekarang hidupnya lebih manis seperti madu,
tapi manisnya tidak banyak. Jadi tepat kalau guru madrasah sekarang dipanggil
guru madurasah. Mirip iklan madu, yang bermerek madurasah.
Filosofi madu sangat tepat, karena madu bermanfaat bagi orang banyak. Tentunya
guru pun harus sejahtera, bisa ibadah juga bisa bersedekah. Ini yang sedang
pemerintah pikirkan secara bertahap.

Dengan berbagai aktivitas yang saya jalani, dari tugas di
kelurahan, mengajar di MTs dan berbagai aktivitas lain, tidak terasa usia kandungan
istri saya sudah 9 bulan, kata orang sunda tos
sasihna (red, sudah waktunya lahiran). Selama 9 bulan kami hanya
berfikir bagaimana bayi dan semuanya sehat. Pada hari Senin,
20 Oktober 2008, pada tengah malam menjelang pagi, melalui
perjuangan yang lama dan melelahkan anak kami lahir. Alhamdulillah
semuanya selamat dan sehat. Anak kami diberi nama “Busyro Mushoddiq”. Setelah 40 hari anak saya lahir, kami mengadakan resepsi
pengganti, karena waktu nikah tidak langsung mengadakan resepsi, kebetulan keponakan
saya pengen dikhitan dan pengen nanggap iring-iring (red, hiburan arak-arakan
lampu, dilengkapi genjring). Karena sebelumnya teman-teman banyak yang komplain
karena tidak diundang, padahal karena keterbatasan biaya sehingga saya tidak
mengadakan acara resepsi. Saya tidak mau merepotkan semuanya, baik orang tua
maupun mertua. Sebagai rasa syukur atas anak yang lahir sehat dan menuruti
keinginan keponakan yang kondisinya yatim
(red, ayahnya meninggal), hati saya terketuk untuk mengadakan resepsi.
Pada hari Sabtu tanggal 6 Desember 2008, saya mengikuti
tes CPNS di STAIN Cirebon. Esok harinya, hari Minggu tanggal 7 Desember 2008
saya juga mengikuti tes CPNS di
Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Cirebon. Ini adalah tes CPNS yang ke-6
dan ke-7 dari semua tes CPNS yang pernah saya ikuti. Sebelumnya saya pernah
mengikuti tes CPNS Pemda Kabupaten Indramayu, Pemda Kota Cirebon, Departemen
Luar Negeri, Sekretariat Negara dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pada tes
yang pertama di Pemda Indramayu, Sabtu tanggal 11 Februari 2006, saya sangat
optimis lulus karena formasinya banyak peserta sedikit. Begitu pengumuman di
koran “Radar Cirebon”, ternyata gagal. Kenangan pada tes CPNS yang ke-6 di
STAIN Cirebon, malam sebelum tes, tepatnya malam Sabtu, saya bermimpi tiba-tiba
sudah berada di mekah di pemondokan ibadah haji. Begitu terbangun, ternyata
saya mimpi. Walau sekedar mimpi saya bahagia mimpi berangkat ibadah haji.
Rupanya mimpi itu yang membuat saya sangat tenang mengikuti tes, walau pun
peluang untuk lulus sangat kecil karena formasinya cuma 1, yaitu sebagai
“penyusun rencana pengadaan perlengkapan”. Berbagai kegagalan tes CPNS
sebelumnya, membuat saya berprinsip “yang penting ikut tes, berapa pun
formasinya, kalau sudah rizki saya, saya pasti lulus”.
Hari Senin, 22 Desember 2008 hasil tes CPNS STAIN Cirebon
diumumkan, saya baca di papan pengumuman dekat pos satpam ternyata saya lulus,
alhamdulillah. Padahal pada hari itu saya sedang tidak enak badan, begitu baca
dan ternyata saya lulus, saya mendadak sehat. Sesuai petunjuk dalam pengumuman,
saya disuruh menghubungi sub bagian kepegawaian. Empat hari kemudian, hari
Jum`at tanggal 26 Desember 2008, saya menyerahkan berkas persyaratan CPNS ke
Pak Hanafi, staff sub bagian kepegawaian STAIN Cirebon.
Setelah
pemberkasan CPNS tersebut, saya memutuskan keluar dari Kelurahan Argasunya.
Kegiatan saya hanya mengajar di MTs sambil menunggu SK CPNS turun. Karena saya
banyak waktu luang, pada saat itu saya sangat fokus mengajar di MTs, dan sempat
juga membina ekstra kurikuler silat. Selain itu, dalam rangka peningkatan
pembinaan terhadap siswa, yayasan menambah guru yang dianggap dekat dan
punya wibawa di mata siswa, Pak Ali lah orangnya. Dia mulai mengajar di MTs ini
pada tahun pelajaran 2009/2010. Pak Ali merupakan sosok guru madrasah yang
tulen, dia mengajar di madrasah dengan pengabdian total. Pagi hari dia ngajar
di MI Annidhomiyah sampai dhuhur, habis dhuhur dia juga mengajar MTs
Annidhomiyah sampai sore hari. Malam harinya dia juga mengajar
mengaji kitab kuning sampai jam sembilan malam. Tidak hanya itu dia mempunyai
motivasi yang kuat untuk memajukan madrasah, dia rela berpuasa senin kamis
selama dia hidup, malam jarang tidur karena melakukan aktifitas ibadah sholat
tahajjud sambil muthola`ah (red,
meriview) kitab kuning sampai pagi.
Semua itu dalam rangka mendoakan agar madrasahnya maju dan berkah. Tidak hanya
itu, dia setiap pagi ba`da sholat shubuh membersihkan seluruh WC yang ada di
madrasah dan mempersiapkan wedang
(red, kueh dan minuman) untuk guru-guru madrasah.
Akhir
bulan Agustus 2009, tepatnya menjelang bulan puasa, SK CPNS turun yang
ditandatangani oleh Ketua STAIN Cirebon, saya mendapat tugas di subbag umum
STAIN Cirebon terhitung mulai 1 September 2009. Hari pertama saya tugas, saya
bertemu dengan Kabag Administrasi, Pak Karim namanya. Dia bilang ke saya,”Ulah jiga juragan nya”.(Red, jangan
seperti juragan, maksudnya jangan susah diatur). Saya jawab singkat, sambil
senyum, “Ya, Pak”. Suasana awal bekerja, pastinya semangat. Dengan pengalaman
bekerja sebelumnya, saya lebih hati-hati beradaptasi dengan lingkungan baru.
Peribahasa bilang,”Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”. Dulu
kantor kecil, sekarang kantor (kampus) agak besar yang karyawan dan dosennya
banyak. Tentunya masalahnya pun lebih kompleks.
Selama
menjadi CPNS, selain kewajiban bekerja dengan sungguh-sungguh, hal yang
ditunggu adalah mengikuti diklat prajabatan karena merupakan persyaratan
menjadi PNS 100 persen. Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga, pada tanggal
15-29 Juli 2010, saya mengikuti diklat Prajabatan di Griya Krida Sekesalam
Jalan Sekesalam Desa Sindanglaya Cimenyan Kota Bandung. Setelah mengikuti
parajabatan saya dan beberapa teman yang prajabnya bersamaan segera memenuhi
persyaratan lain untuk mendapat SK PNS. Tanggal 27 Agustus 2010, turun SK PNS
100 persen yang ditandatangani oleh Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon, karena
mulai Januari 2010 STAIN Cirebon beralih status menjadi IAIN Syekh Nurjati
Cirebon. Berdasarkan SK tersebut saya telah menjadi PNS 100 persen terhitung
mulai 1 September 2010.
Saya
mulai membagi jadwal, senin sampai jum`at tugas di IAIN, dan sisanya Sabtu,
Minggu saya mengajar di MTs. Disaat saya sibuk-sibuknya mengatur jadwal antara
kegiatan di IAIN dan MTs, pada awal November 2010, terdengar kabar Pak Ali
dirawat di rumah sakit Waled karena sakit kaki yang berupa daging tumbuh (red, kutil) yang sudah lama
mengakar. Teman-teman sudah banyak yang menyarankan untuk operasi sebelum
berkembang semakin parah. Karena sabar, dia biarkan saja kakinya itu. Pada hari
Sabtu tanggal 27 November 2010, saya mendapat sms dari Pak Aing, “Innalillahi
wainna ilaihi rojiun telah meninggal dunia teman seperjuangan kita Pak
Ali Syatori. Semoga amal ibadahnya diterima Allah Subhanahuwata`ala”. Kami
sangat terkejut, mendengar kabar tersebut, sosok Pak Ali tidak ada duanya.
Kehilangan satu sosok Pak Ali, sama dengan kehilangan tiga atau bahkan lima
orang guru. Pak Ali bisa menggantikan guru yang tidak hadir, atau dengan kata
lain seolah-olah dia setiap hari sebagai guru piket.
Melihat
saya sudah 100 persen menjadi PNS, orang tua mulai terpanggil melaksanakan
ibadah haji. Pada hari Rabu, tanggal 29 September 2010, ayah saya mulai daftar
haji dan menyetor uang ke Bank, dengan estimasi pemberangkatan tahun 1434
H/2013 M. Kemudian akhir tahun 2010, saya memutuskan melanjutkan pendidikan S2.
Saya memilih jurusan yang linier tapi masih dalam kota, artinya kampus yang ada
di Cirebon. S2 jurusan Administrasi Negara/Publik cuma ada di Universitas
Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirebon dan Universitas Tujuh Belas Agustus
(Untag) Cirebon. Saya memilih Unswagati dengan pertimbangan bahwa
Unswagati sedang proses menjadi kampus negeri, tentunya pasti banyak pembenahan. Sebelumnya
saya sudah melihat sinyal akan mendapatkan beasiswa dari Dirjen Pendidikan
Islam (Dirjen Pendis) Kementerian Agama. Melihat peluang tersebut saya
berspekulasi dengan tiga pertanyaan yang membayangi, “apakah saya mampu
membiayai kuliahnya, apakah izin belajarnya turun dan apakah istri
mengizinkan”. Dengan menggunakan “otak kanan” saya yakin tiga pertanyaan
tersebut akan terjawab.
Sebelum saya
mengajukan beasiswa, saya berdiskusi dulu dengan Mba Lies
teman satu ruangan sesama asisten pribadi rektor, saya bertanya”Mba
bagaimana kalau saya ikut beasiswa ini, mumpung ada peluang, lagian kita yang
edit ko ga ikut?” Dia menjawab, “Ya, ikut aja! Saya mau
ikut tapi cari yang linier dengan S1 manajemen di Cirebon belum ada”.
Saya langsung melengkapi persyaratan pencairan beasiswa, antara
lain foto
copy KTP, NPWP, nomor rekening, dan referensi bank, cuma
itu.
Setelah berkas
terkirim, selanjutnya hari
Senin, tanggal 25 Oktober 2010, saya survei ke kampus pascasarjana Unswagati,
ternyata perkuliahan sudah aktif. Saya langsung dihadapkan dengan Direktur
Pascasarjana Unswagati Cirebon. Saya bertanya, “Masih bisa daftar gelombang
sekarang, ga?”. Dia menjawab, “Kalau mau daftar hari ini, kami tunggu. Data
akan segera kami kirim”. Saya jawab.”Siap, Pak”. Kemudian saya bertanya bagian
keuangan, Ibu Aan, “biaya pertamanya berapa?”. Dia menjawab,”8,5 jutaan, Pak”. Saya langsung
cari uang sejumlah tersebut, saya inget punya investasi garam yang belum jelas
untung atau rugi sekitar 20 juta rupiah, dengan perasaan tidak enak saya langsung
nelpon ke saudara sepupu saya, “Kang
Oman, kula perlu yatra sepuluh juta, pripun ya yatra uyah dipendet krihin
kangge daftar kuliah”.(Kang Oman, saya butuh uang sepuluh juta,
bagaimana kalau uang garam diambil dulu buat daftar kuliah). Dia
menjawab,”Mangga, ning umah bae”.(Silahkan,
ke rumah saja). Mendengar jawaban tersebut, saya
sedikit lega dan langsung meluncur ke rumah kakak sepupu saya dan mengambil uang
tersebut.
Kemudian saya
pulang ke rumah, minta izin istri, kebetulan istri baru bangun tidur, saya
bilang,”Neng, abi mau kuliah, uang ngambil dari uang garam. Bismillah aja,
semoga beasiswa cair.” Istri terdiam, bingung dan masih mengantuk,
tapi tampaknya setuju. Saya langsung ke kampus pascasarjana Unswagati, saat itu
sudah sepi tinggal Ibu Aan yang masih menunggu saya, karena sudah janjian
sebelumnya. Setelah semuanya beres, sekitar jam 5 sore saya langsung pulang ke
rumah.
Dengan
status baru sebagai mahasiswa S2 dan berbagai kesibukan kerja dan mengajar,
saya sempat memutuskan akan melepas sementara peci hitam saya sebagai guru MTs.
Pertimbangan saya saat itu, saya tidak mau siswa yang menjadi korban. Saya
meminta izin ke Pak Yunus (kepala MTs) dan berkata,”Punten Pak, terus terang
saya merasa ga enak. Saya sangat sibuk, sampai kelelahan mengatur semua jadwal
kegiatan saya, apalagi saya sedang kuliah S2. Saya takut, siswa yang menjadi
korban. Saya sudah ngobrol dengan istri, akhirnya istri menyarankan saya ngajarnya
off dulu. Saya kira ini yang terbaik. Saya mau cuti ngajar sampai S2 lulus”.
Pak Yunus sempat terdiam berfikir kemudian berkata,”Pak Barok, ikut merintis
MTs ini dari awal dari belum banyak murid, sekarang mulai banyak. Intinya saya
tidak mengizinkan Pak Barok berhenti mengajar, adapun kegiatan KBM (red,
belajar mengajar) semua bisa diatur, kalau tidak hadir ya minimal ada tugas.”
Jawaban Kepala MTs, membuat saya tenang. Saya sudah berusaha yang terbaik,
ternyata kepala sekolah berfikir lebih bijaksana.
Hari
minggu sore tanggal 12 Desember 2010 tepatnya pukul 17:01, saya
jalan-jalan naik motor dengan istri ke Sindang Laut sambil menikmati suasana sore
dan mampir ke ATM untuk ambil uang. Saya mulai bertransaksi di ATM, saya mengambil
uang 50 ribu karena saya inget saldo sebelumnya cuma 100 ribuan. Saya kaget,
ternyata print out yang muncul saldonya
Rp.17.065.438.
Saya sempat bingung, dan berfikir ini uang apa yah. Tapi hati saya sudah nebak
mungkin karena akhir tahun, ini pasti beasiswa. Hari senin tanggal 13 Desember 2010,
seperti biasa saya bekerja, sambil cari-cari info uang tersebut ternyata benar
itu uang beasiswa, yang dua bulan sebelumnya berkas pencairannya dikirim.
Ternyata kalau sudah rizkinya, tidak ada yang sulit. Saya sempat mendepositokan
uang tersebut dengan tujuan agar suasana tenang dulu. Setelah semuanya jelas,
surat tentang beasiswa dari Dirjen Pendis turun, saya segera menyetor uang
tersebut untuk biaya kuliah. Pertanyaan tentang biaya kuliah sudah terjawab.
Akhirnya
pertanyaan tentang izin belajar pun terjawab, walaupun mengurusnya cukup
berbelit-belit. Izin belajar dari Sekjen kemenag turun melalui fax yang datang
ke IAIN pada tanggal 24 Mei 2011. Saya cukup tenang hampir semua spekulasi
kuliah saya terjawab, saya pun tidak menyia-nyiakan waktu yang ada. Setelah
mendapat pembimbing tesis, saya langsung menyusun tesis. Alhamdulillah, saya
mendapat pembimbing yang sesuai dengan rencana dan keinginan saya. Seorang guru
besar yang sangat sabar membimbing walaupun fisiknya sedikit kurang fit karena
usia dan Ibu Dekan yang sudah doktor, yang mudah untuk dihubungi. Akhirnya
sidang usulan penelitian hari Sabtu 11 Februari 2012 dan sidang hasil
penelitian hari Sabtu tanggal 2 Juni 2012, semuanya berjalan lancar,
walaupun dibalik sukses pasti ada ekses
atau perjuangan luar biasa. Pada hari Sabtu, tanggal 23 Juni 2012, saya
dinyatakan lulus dan berhak menyadang gelar Magister Sains (M.Si.) setelah
diuji dalam sidang tesis dihadapan penguji dan pembimbing tesis. Tesis saya
berjudul, “Implementasi Kebijakan Dual Mode System, Kompetensi
Pedagogik, dan Profesional Guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) di
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon”. Akhirnya,
hari Senin tanggal 16 Juli 2012, saya mengikuti wisuda di Hotel Jamrud kota
Cirebon, diantar oleh anak, istri, kedua orang tua dan beberapa keluarga naik
mobil Avanza-nya saudara.
Awal
tahun pelajaran 2012/2013, semangat baru karena punya gelar S2, serasa menutupi
kekurangan saya. Saya mengajar tanpa akta IV, dengan S2 saya berhak mengajar
mahasiswa apa lagi siswa. Tak terasa beberapa bulan pun berlalu, Ujian Tengah
Semester pun telah dilaksanakan, hasil ujian pun sudah diterima oleh siswa. Pada
malam senin, tanggal 21 Oktober saya dan Pak Dalil sudah siap berangkat
bersama, ada kegiatan on line (red,
cari penghasilan tambahan), mendadak hand
phonenya Pak Dalil berdering, ada telepon dari Pak Syafii,”Pak wonten pundi? Pak Subhan sakit, rencanae
dalu niki pada ajeng nengok teng rumah sakit Waled”.(Pak ada dimana? Pak
Subhan sakit, rencananya malam ini akan menjenguk di rumah sakit waled). Pak
Dalil spontan menjawab,”Kulae siweg
sareng Pak Barok, ajeng medal, mengkin ngobrol krihin”. (Saya sedang
bersama Pak Barok, mau keluar, nanti ngobrol dulu). Akhirnya kita sepakat menengok
Pak subhan dulu. Di madrasah kita menunggu teman-teman kumpul, ternyata Pak
Subhan tidak di rumah sakit tetapi di Padepokan Ujang Bustomi, seorang
paranormal.
Temen-temen
sudah kumpul, kita naik mobil Suzuki Carry tahun 1995 warna merah hati milik
Pak Fahmi, kebetulan baru beli tapi langsung dipinjam oleh Pak Anas. Selama
perjalanan kita banyak ngobrol dengan suasana penuh guyon salah satunya
komentar tentang mobil, Pak Anas bilang, ”mobile
sih rada bodol tapi tenagae sih lumayan”.(Mobilnya sih sudah lama, tapi
tenaga/mesinnya sih lumayan). Saya juga berkomentar, “Biasa mobil bodol dikit, go belajar nyetir kan enak. Lamun wis bisa,
nembe ganti kang anyar”.(Biasa mobil lama dulu, buat belajar mengemudi kan
enak. Kalau sudah mahir, baru ganti yang baru). Ternyata pas belok klaksonnya
bunyi terus, padahal kalau dipijit klaksonnya malah ga bunyi. Kami serentak
tertawa, karena mungkin yang punya ga ikut jadi kami bebas berekspresi.
Kami
tidak mengetahui lokasi padepokan tersebut, ditambah suasana malam yang gelap,
kami pun sesekali bertanya ke warga yang dijumpai di perjalanan. Akhirnya
sampai juga ke tempat yang dituju. Saat kami datang, Pak Subhan sedang
tidur-tiduran menahan sakit. Kami sempat bersalaman dengan Pak Subhan, dia
berkata,”Balik yu. Balik bae!”(Pulang
yu. Pulang saja). Kami pun berusaha mengalihkan perhatian supaya dia tidak
meminta pulang. Ketika paranormal memeriksa dan berusaha mengobati, dia
menjerit kesakitan padahal tangan paranormal cuma ditempelkan di perutnya.
Sambil menjerit, dia bilang”wis, bli
sanggup.”(Sudah, gak sanggup menahan sakit). Akhirnya karena sudah malam
kami pun pamitan ke keluarganya, secara diam-diam takut dia ikut pulang.
Esok
harinya, hari senin 22 Oktober 2012 jam 11:15, saya dapat sms
dari Pak Aing,” Innalillahi wainna ilaihi rojiun, teman seperjuangan kita
Pak Subhan telah pulang ke rahmatullah. Semoga amal ibadahnya diterima Allah
Subhanahuwata`ala. Amin.” Sms ini sangat mirip ketika Pak Ali meninggal. Dua
guru yang telah berjuang membesarkan MTs Annidhomiyah telah dipanggil Allah,
semoga husnul khotimah.
Sekian,
terima kasih. Semoga bermanfaat dan menjadi ajang silaturahmi yang bernilai
positif.
Silahkan
tulis biodata Anda disini: (Nama, alamat, tempat tugas dan informasi lainnya)
................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
Silahkan
tulis tanggapan, komentar, cerita yang hampir sama atau curahan hati mengenai
cerpen ini!
Semua
kiriman teman-teman akan saya up load
di
www. bangayok.blogspot.com
................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................